WahanaNews-Bengkulu | Kuasa Hukum hukum Japto Soerjosoemarno, KRT Tohom Purba, mengungkapkan kejengkelannya, lantaran keluarga Wanda Hamidah terlalu banyak mengulur waktu penyerahan lahan yang berlokasi di Jalan Citandui/Ciasem Nomor 2, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
“Mereka menggugat lewat PTUN, dengan nomor gugatan PTUN 395. Tapi karena tak memenuhi, mereka cabut, lalu masukkan lagi. Kita menghentikan pengosongan lahan karena ada gugatan 395 itu, dan lahan ditetapkan status quo oleh polisi. Tapi kemudian gugatannya mereka cabut, lalu dimasukkan lagi. Ini mau sampai kapan?” kata Tohom, di lokasi pengosongan lahan, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Penetapan status quo itu, sambung Tohom, berarti lahan harus dikosongkan.
Baca Juga:
Kasus Tanah Belum Tuntas, Ini Resolusi Wanda Hamidah di 2023
“Dengan status quo, klien kami maupun pihak keluarga Wanda Hamidah tidak boleh menggunakan lahan itu hingga ada keputusan pengadilan. Tapi apa yang kemudian terjadi, mereka tidak keluar-keluar dari rumah itu” katanya.
Tohom kemudian menuturkan riwayat kepemilikan lahan tersebut. Menurutnya, di tahun 1990-an para senior organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila (PP) mau membangun Sekretariat.
“Mereka mengumpulkan uang untuk beli tanah, atas nama organisasi. Tetapi waktu itu belum dimungkinkan SHGB tanah atas nama organisasi. Lalu senior-senior mempercayakan atas nama Pak Japto,” ungkapnya.
Menurut Tohom, pihaknya sudah bersikap sangat toleran terhadap keluarga Wanda Hamidah.
Baca Juga:
6 Kontroversi Kasus Wanda Hamidah, Pernah Dipolisikan Eks Suami
“Kami sudah cukup baik menghadapi Saudari Wanda hamidah. Wanda menyebut premanlah, mafia tanah, ormas, memprovokasi sana-sini, menghasut para tetangga agar tak pindah, mengaku diintimidasi, dan lain-lain.”
“Tapi coba saja lihat mereka yang ada di sini sekarang. Mereka ini masyarakat biasa, tak pakai seragam,” bebernya, menunjuk pada sekelompok orang yang sedang berjaga-jaga di lokasi.
Menurutnya, sebelum ini pihaknya sudah bertemu dengan keluarga Wanda.