Bengkulu.WahanaNews.co | Berkenaan dengan mulai munculnya konflik antara masyarakat dengan perusahaan, baik pertambangan maupun perkebunan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu berupaya untuk mengantisipasi potensi konflik tersebut. Ini disampaikan oleh Sekda Provinsi Bengkulu Hamka Sabri. Ia menjelaskan dalam waktu dekat ini, pihaknya tengah mengkaji dokumen dari perusahaan yang terindikasi memiliki potensi konflik dengan warga. Baik perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan maupun pertambangan.
“Inikan dengan semakin banyaknya HGU (Terhadap Hak Guna Usaha) dan IUP. Itu sudah ada celah celah untuk bermasalah dengan masyarakat,” kata Hamka, usai memimpin rapat pembahasan Evaluasi Terhadap HGU Perusahaan dan izin usaha perusahaan se-Provinsi Bengkulu, Rabu (5/1).
Baca Juga:
Terkait Penyidikan Kasus korupsi Truk, KPK Panggil Pegawai Basarnas dan BPN
Dijelaskannya, untuk ketahui bersama dalam beberapa bulan terakhir ini mulai banyak bermunculan persoalan perusahaan dengan masyarakat. Dimana polemik ini, yang dipicu dari HGU dan IUP.
Sesuai dengan arahan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, agar Pemda bisa kolektif secara keseluruhan berkenaan dengan wilayah dan perusahaan yang berpotensi timbulkan konflik. Sehingga, potensi konflik tersebut bisa diredam dengan musyawarah bersama. Baik dengan Pemprov, Pemda setempat, perusahaan yang bersangkutan serta masyarakat setempat.
“Maksudnya pak gubernur ini, kan tidak satu satu datangnya. Namun nanti dibuat kan tim. Untuk mengkoordinir, terkait seluruh potensi konflik dengan masyarakat itu. Terhadap HGU dan IUP itu, nanti akan disatukan untuk dikaji. Kira kira masalah mana yang urgent,dan harus segera disesuaikan. Selesai kan bisa melalui negosiasi, musyawarah, mufakat, atau tidak nanti bisa kita arahan ke hukum,” ungkap Hamka.
Baca Juga:
ATR/BPN Muna Barat Gelar Deklarasi Tuntaskan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap 2025
Bila nantinya, lanjutnya, memang tidak selesai dengan pemerintah daerah. Maka akan dilanjutkan ke ranah hukum. Mengingat negara ini merupakan negara hukum, sehingga jika ada persoalan tidak selesai dan sulit dicarikan solusi dengan pemerintah. Akan menjadi alternatif terakhir, bila ternyata belum ada titik temu. Maka akan diuji nanti secara hukum.
“Macam-macam ini persoalan, ada yang HGU habis, UIP-nya habis. Masyarakat tidak memperbolehkan untuk diperpanjang, tapi kan alasannya harus jelas, sementara kita mengundang investor ke Bengkulu. Kita juga wajib untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat Bengkulu. Dua-duanya ini harus balance,” tegas Hamka.
Apabila nantinya memang masyarakat minta untuk tidak diperpanjang, dan diklaim oleh masyarakat itu melanggar. Maka, harus disesuaikan dengan bukti autentik untuk pelanggaran yang disangkakan.
“Kita lihat dulu, bagaimana titik pelanggarannya. Jadi pak gubernur minta penyelesaiannya secara komprehensif secara keseluruhan, jadi tidak satu-satu. Misalnya hari ini demo sini, besok datang lagi. Kita akan komprehensif untuk persoalan ini,” jelasnya.
Dijelaskannya, untuk estimasi sementara ada 10 perusahaan yang disinyalir memiliki potensi konflik dengan masyarakat setempat. Untuk rincian nama perusahaan, lokasi, dan potensi polemik pihaknya masih mengkaji terlebih dahulu.
“Namun ini data sementara. Masih dikaji, dan kita berikan untuk OPD untuk menginventarisir masalahnya apa,” papar Hamka.
Ditambahkan Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan saat ini ada lima lahan perusahaan yang terindikasi terbengkalai. “Untuk yang telantar ini, sudah tidak aktif lagi. Termasuk lahan yang telantar. Itu di kelas c, maka kita merekomendasikan agar ini diusulkan dicabut HGU, kepada yang menerbitkan izin. Itu melalui BPN. Jadi kita cabut dulu IUP usaha perkebunan. Baru kita usulkan pembatalan HGU-nya,” ungkap Ricky.
Ia menjelaskan 5 tanah yang terindikasi telantar itu diantaranya, PT. Mangkurajo di Desa Batu Roto Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara luasnya 187,11 hektare. Lalu, PT. Ika Hasfam 1.400 hektare di Desa Talang Boseng Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah. Kemudian, PT. Bengkulu Sawit Jaya seluas 3.700 hektare di Desa Plajau Kecamatan Talang Empat Kabupaten Bengkulu Tengah. Selanjutnya, PT. Raya Manna Putra luasnya 1.513 hektare Desa Air Teras Kecamatan Talo Kabupaten Seluma.
Selanjutnya, PT. Perkebunan Mangkurajo 300,4 hektare di Kecamatan Lebong Selatan Kabupaten Lebong.
“Ini kan lahan tidak dimanfaatkan sesuai dengan konsesinya, yang tidak bisa secara maksimal jadi merugikan daerah dan negara. Kalau difungsikan ini kan bisa menghasilkan PAD. Ini nanti bisa saja akan diredistribusi, jadi reforma agraria,” pungkasnya. [gab]