WahanaNews-Bengkulu | Mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bengkulu Tengah MH, mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 416 juta. Dia adalah tersangka kasus dugaan korupsi dana pemberdayaan tenaga kerja yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2019.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Benteng Tri Widodo diwakili Kasi Intel Septeddy Endra Wijaya menyebutkan bahwa tersangka MH dan dua tersangka lainnya yaitu EE, mantan Kabid, dan AA, mantan Kasi Disnakertrans Kabupaten Bengkulu telah mengembalikan kerugian negara.
Baca Juga:
Viral Mantan Polisi di Labuhanbatu Tuding Kapolres Terima Suap, Kasusnya SP3
"Berdasarkan berita acara dan hasil penghitungan BPKP, terdapat kerugian negara dalam perkara ini dengan total Rp416 juta dan semuanya sudah dikembalikan oleh ketiganya. Sementara uang ini dititipkan ke Kejari Bengkulu Tengah," kata Septeddy, di Bengkulu, dilansir Antara, Jumat (29/10).
Ia menambahkan bahwa meskipun uang negara tersebut dikembalikan, bukan berarti tindak pidana ketiga tersangka yang saat ini sedang berjalan dihapuskan.
Hanya saja, kata dia lagi. pengembalian kerugian negara itu akan menjadi pertimbangan bagi jaksa penuntut umum (JPU) dalam menetapkan tuntutan.
Baca Juga:
Ridwan Kamil Janji Bereskan Masalah Tempat Ibadah dan Jamin Keadilan Sosial di Jakarta
"Saat ini penyidik dalam proses penyempurnaan berkas untuk kemudian dilimpahkan ke jaksa, agar diperiksa apakah ada kekurangan secara materiil maupun formil, jika sudah tidak ada kekurangan akan dilimpahkan ke pengadilan," ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan hasil penyidikan terdapat dana APBN yang seharusnya dipergunakan untuk program penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja dan pembangunan infrastruktur dengan anggaran mencapai Rp1 miliar lebih.
Namun berdasarkan hasil pengecekan dengan meminta bantuan dari tim teknis Dinas Pekerjaan dan Penataan Ruang (PUPR) Benteng, untuk jalan padat karya ditemukan adanya kekurangan volume dan ketidaksesuaian material pada Rancangan Anggaran Biaya (RAB).
Selanjutnya, untuk pemberdayaan berupa tenaga kerja mandiri pola pendampingan diketahui seharusnya dilakukan pelatihan sebanyak 3 kali, namun kenyataan di lapangan hanya dilaksanakan 1 kali, sehingga ditemukan selisih uang transport peserta. [non]