BENGKULU.WAHANANEWS.CO, Hulu Sungai Utara - Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, tak hanya mengungkap dugaan pemerasan berjamaah di internal Kejaksaan Negeri setempat.
Kasus ini juga membuka fenomena lain yang tak kalah menarik: munculnya pemberitaan bernada pujian terhadap Kepala Kejari HSU, Dr. Albertinus P. Napitupulu, tepat sehari sebelum OTT berlangsung.
Baca Juga:
Pada Kamis, 18 Desember 2025, sebuah media daring regional menerbitkan artikel panjang yang menggambarkan sosok Kajari HSU sebagai figur “tegas, humanis, lurus, dan berintegritas”.


Tangkap layar media lokal di Kalsel saat memaparkan sosok Kejari yang sangat super hebat.
Berita buzzer tayang tepat satu hari sebelum OTT KPK.
Narasi Pujian yang Terbit di Waktu Kritis. Dalam artikel tersebut, Albertinus digambarkan sebagai:
-Pemimpin yang aktif dan dekat dengan masyarakat
-Aparat hukum yang menempatkan hukum sebagai sarana pendidikan
-Sosok family man yang hangat dan berintegritas
-Figur yang “bekerja lurus dan ikhlas”
Bahkan, salah satu kutipan yang ditampilkan berbunyi:
“Kalau kita kerja ikhlas, kerja lurus, pasti hasilnya akan kelihatan. Mau difitnah seperti apa pun, masyarakat bisa menilai siapa yang benar.”
Narasi tersebut diperkuat dengan aktivitas media sosial resmi Kejari HSU dan profil personal yang membangun citra positif tanpa ruang kritik.
Apes bagi Albert, OTT Datang Sehari Kemudian
Fakta berubah drastis dalam hitungan jam. Pada hari yang sama, KPK melakukan OTT di HSU. Hasilnya, Kajari HSU Albertinus P. Napitupulu ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, Kasi Intel Kejari HSU turut ditahan. Tragisnya Kasi Datun Tri Taruna Fariadi kabur, melawan, dan menabrak petugas. Tri menjadi kunci dalam kasus ini karena terkait aliran uang yang diungkap mencapai miliaran rupiah, berasal daribperan Tri turut merancang pemerasan terhadap sejumlah OPD strategis.
Terbitnya artikel pujian untuk pejabat - yang terbiasa kongkalingkong dengan mafia hukum dan LSM untuk menaikan citra dan menutupi aib - memunculkan pertanyaan, apakah ini sekadar kebetulan editorial? Ataukah bagian dari upaya pembentukan citra semata?.
Citra vs Fakta Hukum
Kasus ini menegaskan satu hal penting, Citra yang dibangun lewat media tidak selalu sejalan dengan fakta hukum. OTT KPK kembali menunjukkan bahwa Integritas aparat tidak bisa diukur dari narasi publik semata. Selain itu pujian tidak membatalkan proses pidana
Media memiliki tanggung jawab etik, terutama saat memberitakan aparat penegak hukum, jauhkan dari mental penjilat dan meng"hambakan diri" pada pejabat ala jaman feodal.
Pelajaran dari OTT KPK di HSU
OTT KPK di HSU menjadi pelajaran ganda bagi penegak hukum kekuasaan tanpa integritas akan runtuh cepat. Lalu bagi media, pujian tanpa jarak kritis berisiko menjadi alat legitimasi. Terkhusus bagi publik, ini menjadi preseden bahwa hukum bekerja berdasarkan bukti, bukan citra
Seri ini ditutup dengan satu pesan:
Keadilan tidak membutuhkan buzzer, dan hukum tidak tunduk pada pencitraan.
[Redaktur: Ramadhan HS]