Bengkulu.WahanaNews.co | PT Perusahaan Listrik Negara menyatakan dibayangi ancaman kekurangan pasokan batu bara. Kondisi tersebut merupakan imbas dari sejumlah perusahaan batu bara yang menahan pasokan mereka ketimbang mengirim ke PLN.
Selain itu, disparitas harga jual batu bara domestic market obligation atau DMO US$ 70 per ton membuat sejumlah pemasok lebih memilih untuk mengirim emas hitam ini ke luar negeri.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Harga batu bara di pasar Ice Newcastle pada Selasa (2/8) bertengger di US$ 388 per ton. Walau mengalami penurunan 0, 58% dari pekan kemarin, harga pasar ini tetap jauh lebih tinggi dari harga DMO.
Hal itulah yang berdampak pada makin sulitnya PLN untuk memperoleh jatah batu bara.
“Pemenuhan DMO PLN menjadi pilihan terakhir karena paling murah US$ 70 per ton, ” kata Wakil Presiden Eksekutif Batu Bara PT PLN, Sapto Aji Nugroho dalam Diskusi Publik Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara, Selasa (2/8/22).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Guna mengatasi hal tersebut, Aji berharap pemerintah segera mengesahkan BLU sebagai pemungut iuran batu bara. Dalam skema BLU, PLN hanya wajib membayar batu bara senilai US$ 70 per ton. Sementara itu, selisih antara harga pasar yang dikurangi dengan harga wajib PLN akan ditutup langsung oleh BLU yang memperoleh dana dari tarikan iuran ekspor para penambang.
"BLU adalah solusi yang akan mengatasi persoalan ini karena prinsip dasarnya menyelesaikan permasalahan disparitas harga," sambungnya.
Aji menjelaskan, sebagian besar pemasok batu bara yang mendapat penugasan dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM tetap berusaha untuk memasok kebutuhan batu bara ke PLN. Akan tetapi, mereka meminta agar pasokan batu bara dapat dikirimkan pada triwulan ke empat, setelah BLU batu bara terbentuk.
"Mereka berharap BLU sudah mulai jalan. Mereka mengatur jadwal pengiriman setelah BLU keluar," ujar Aji.
Penundaan pengiriman batu bara dinilai membuat ketar-ketir PLN. Pasalnya, batu bara masih menjadi bauran tertinggi dengan 60-70 % untuk produksi listrik PLN. Di samping itu, kebutuhan batu bara untuk kelistrikan nasional diperkirakan terus naik seiring melonjaknya permintaan listrik setelah meredanya Pandemi Covid-19.
Aji memaparkan, dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2022, PLN mengajukan kebutuhan batu bara sejumlah 66,4 juta ton. Angka tersebut terpaut 15,5 juta ton dari kebutuhan mereka sebesar 84,7 juta ton.
Guna memenuhi kekurangan 15,5 juta ton, PLN pada 25 Februari lalu mengajukan permohonan penugasan kepada Dirjen Minerba dan mendapatkan penugasan sebesar 17,2 juta ton pada Maret-Mei 2022 dengan volume terkontrak 11,4 juta ton atau selisih 5,8 juta ton. Permohonan tersebut dijawab oleh Dirjen Minerba dengan menerbitkan penugasan sebesar 5,4 juta ton.
Selanjutnya, dengan memperhitungkan kebutuhan batu bara di semester II, PLN mengajukan permohonan penugasan sebesar 6 juta ton. Pada 15 Juli kemarin, PLN telah melakukan pembahasan dengan penambang yang menghasilkan komitmen pasokan 1,6 juta ton dengan pasokan bulan Agustus hanya 100.000 ton.
Ketergantungan PLN terhadap batu bara juga bakal meningkat dari kisaran 130 juta ton di 2022 menjadi 155 juta ton pada 2030. "Bagaimana ke depan tentang batu bara terkait dengan nol karbon? Faktanya masih ada pertumbuhan," jelas Aji.
Aji memaparkan, stok batu bara PLN berada saat ini berada di ketahanan 19 hari operasi (HOP). Namun demikian, jika BLU tak kunjung jalan, ketahanan HOP berpotensi terus menurun. "Kalau BLU tak segera beroperasi dan kondisi pemasok masih sulitan memenuhi kontrak kami, tentunya HOP makin menurun," ucap Aji.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian ESDM mengutus Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) sebagai badan khusus pungutan ekspor batu bara. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan proses penunjukkan tersebut masih dalam tahap harmonisasi.
“Kami minta Lemigas ini karena yang paling besar dibandingkan usulan (badan khusus) sebelumnya. Nanti akan ada penggabungan Lemigas dengan tekMira. Ini sudah dalam program internal agar kebijakannya bisa terintergrasi,” kata Arifin di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (27/7).
Nantinya, badan khusus ini bertugas menarik pungutan atas ekspor batu bara yang akan dipergunakan untuk menutup selisih antara harga pasar dan harga DMO batu bara sebesar US$ 70 per ton untuk PLN. Semua penambang batu bara yang melaksanakan kegiatan ekspor harus membayar pengutan ekspor kepada badan khusus tersebut.[gab]