SUMBAR.WAHANANEWS.CO, Jakarta – Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2026 sebesar Rp5.729.876 memunculkan perbedaan pandangan antara pemerintah dan kalangan buruh, khususnya terkait rumus dan faktor pengali (alfa) yang digunakan dalam perhitungan.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan, kenaikan UMP dihitung dengan formula inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan faktor alfa, dengan rentang alfa 0,5 hingga 0,9.
Baca Juga:
Ini Perbandingan UMP DKI 2026 dengan Propinsi Lain di Indonesia
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kenaikan UMP 2026 sebesar 6,17 persen, yang berarti bertambah sekitar Rp333.115 dari UMP 2025 sebesar Rp5.396.761. Angka tersebut diambil setelah Dewan Pengupahan DKI Jakarta menggelar sejumlah rapat dan kajian.
Sementara itu, kalangan buruh menilai perhitungan seharusnya menggunakan alfa tertinggi, yakni 0,9. Dengan skema tersebut, menurut perhitungan serikat pekerja, UMP Jakarta 2026 seharusnya mencapai sekitar Rp5.769.137, atau naik sekitar 6,9 persen.
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan selisih tersebut memang terlihat kecil secara nominal, namun berdampak signifikan terhadap daya beli buruh, terutama di tengah tingginya biaya hidup di Jakarta.
Baca Juga:
UMP Jakarta 2026: Hitung-hitungan Versi Buruh vs Pemerintah
“Selisih puluhan ribu rupiah sangat berarti bagi buruh yang hidup pas-pasan,” ujarnya.
Di sisi lain, Pemprov DKI menegaskan bahwa penetapan angka UMP tidak semata berbasis tuntutan kenaikan maksimal, melainkan harus menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan kemampuan dunia usaha agar tidak memicu pemutusan hubungan kerja (PHK).
Perbedaan pendekatan inilah yang kini menjadi titik tarik-ulur antara pemerintah dan buruh, sekaligus membuka ruang diskusi lanjutan menjelang implementasi UMP 2026 pada 1 Januari 2026.
[Redktur: Ramadhan HS]