Selain itu, sekitar 2.100 hektare kini berada dalam kondisi lahan terbuka, yang rentan menimbulkan erosi dan memperparah kerusakan lingkungan. Tidak adanya tutupan vegetasi juga menunjukkan perusahaan tidak melaksanakan kewajiban penanaman kembali.
Secara keseluruhan, temuan ini menegaskan satu hal: kewajiban perusahaan dalam menjaga, mengelola, dan memulihkan kawasan hutan tidak berjalan. Bahkan areal hutan negara dalam konsesi tersebut berpotensi terus dirampas dan digarap secara ilegal apabila tidak segera ada tindakan tegas dari pemerintah.
Baca Juga:
BPBD Nagan Raya Catat Lahan yang Terbakar Mencapai 18,5 Hektare
Kerusakan parah ini memperlihatkan bahwa kewajiban reboisasi tidak dilaksanakan, dan pengamanan lokasi abai, hingga lebih dari 5.000 hektare dikuasai masyarakat menjadi kebun sawit.
Dalam tiga tahun terakhir, ekspansi sawit ilegal dalam konsesi PT API meningkat hingga 1.000 hektare.
Suara Aktivis: “Saatnya Negara Turun Tangan!”
Baca Juga:
LPSK Sedang Dalami Laporan Penyanyi Nindy Ayunda Terkait Teror Oknum TNI AD
Direktur Genesis Bengkulu Egi Saputra menyebut izin PT API sudah selayaknya masuk daftar pencabutan oleh Menteri KLHK.
“Wilayah mereka compang camping. Fungsi pengawasan tidak berjalan,” pungkas Egi.
Sementara itu, Ketua Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar menilai penyelamatan Seblat harus menjadi prioritas nasional.