"Mereka berharap BLU sudah mulai jalan. Mereka mengatur jadwal pengiriman setelah BLU keluar," ujar Aji.
Penundaan pengiriman batu bara dinilai membuat ketar-ketir PLN. Pasalnya, batu bara masih menjadi bauran tertinggi dengan 60-70 % untuk produksi listrik PLN. Di samping itu, kebutuhan batu bara untuk kelistrikan nasional diperkirakan terus naik seiring melonjaknya permintaan listrik setelah meredanya Pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Aji memaparkan, dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2022, PLN mengajukan kebutuhan batu bara sejumlah 66,4 juta ton. Angka tersebut terpaut 15,5 juta ton dari kebutuhan mereka sebesar 84,7 juta ton.
Guna memenuhi kekurangan 15,5 juta ton, PLN pada 25 Februari lalu mengajukan permohonan penugasan kepada Dirjen Minerba dan mendapatkan penugasan sebesar 17,2 juta ton pada Maret-Mei 2022 dengan volume terkontrak 11,4 juta ton atau selisih 5,8 juta ton. Permohonan tersebut dijawab oleh Dirjen Minerba dengan menerbitkan penugasan sebesar 5,4 juta ton.
Selanjutnya, dengan memperhitungkan kebutuhan batu bara di semester II, PLN mengajukan permohonan penugasan sebesar 6 juta ton. Pada 15 Juli kemarin, PLN telah melakukan pembahasan dengan penambang yang menghasilkan komitmen pasokan 1,6 juta ton dengan pasokan bulan Agustus hanya 100.000 ton.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Ketergantungan PLN terhadap batu bara juga bakal meningkat dari kisaran 130 juta ton di 2022 menjadi 155 juta ton pada 2030. "Bagaimana ke depan tentang batu bara terkait dengan nol karbon? Faktanya masih ada pertumbuhan," jelas Aji.
Aji memaparkan, stok batu bara PLN berada saat ini berada di ketahanan 19 hari operasi (HOP). Namun demikian, jika BLU tak kunjung jalan, ketahanan HOP berpotensi terus menurun. "Kalau BLU tak segera beroperasi dan kondisi pemasok masih sulitan memenuhi kontrak kami, tentunya HOP makin menurun," ucap Aji.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian ESDM mengutus Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) sebagai badan khusus pungutan ekspor batu bara. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan proses penunjukkan tersebut masih dalam tahap harmonisasi.